Showing posts with label Dongeng Anak Negeri. Show all posts
Showing posts with label Dongeng Anak Negeri. Show all posts

Sunday, 16 October 2016

Cerita Kerbau dan burung Jalak

kerbau, bangau dan burung jalak, mereka saling tolong menolong walau pun mereka berbeda.
Pada suatu hari kerbau dan bangau sedang bercakap-cakap.
Bangau : “Mengapa ekormu bergerak-gerak kerbau ?” Tanya bangau
Kerbau : “Badanku batal tolong digaruk.” Jawabnya
Bangau : “Wah, saya tidak bisa menggaruk, kakiku sakit tapi mungkin jalak bisa.”
Kerbau : “Kalau begitu tolong panggilkan dia.” Pintanya
Bangau : “Ya kamu kamu tunggu disini ya.”
Bangau pun pergi mencari burung jalak untuk meminta bantuan, cukup lama dia mencari jalak, akhirnya dia bertemu juga denga burung jalak. Dan menceritakan tentang keadaan kerbau. Lalu mereka pergi ke tempat kerbau.
Burung jalak : “Hai kerbau kata bangau badanmu gatal-gatal ya ?” Tanya burung jalak
Kerbau : “Iya, tolong obati gatalku dong.”
Burung jalak : (lalu melihat-lihat badan kerbau) “Wah pantas badanmu gatal banyak kutunya.”
Kerbau : “Tolong cepat obati aku sudah tidak tahan, punggungku gatal sekali.”
Burung jalak : “Ya, baiklah coba kugigit.”
(diapun mulai mematuk-matuk punggung kerbau) “Kerbau…. ! kutumu enak dimakan.”
Kerbau : “Ah masa.” (kerbau heran)
Burung jalak : “Benar sekali.” Kata jalak
Kerbau : “Kalau begitu makan saja.”
Kemudian burung jalak memakan kutu-kutu itu hingga ia merasa kenyang.
Kerbau : “Kamu hebat jalak badanku sudah mulai baik, terima kasih ya jalak dan bangau.”
Kerbau, bangau dan burung jalak senang karena kerbau sudah baik, mereka benar-benar sahabat yang sangat erat

Asal Usul nama sungai Lok siaga Kalimantan Selatan

Pada jaman dahulu kala tersiar Cerita Rakyat Kalimantan Selatan mengenai asal muasal nama sungai Lok si Naga. Cerita Rakyat dari Kalimantan selatan ini menceritakan mengenai penunggu sungai Lok si Naga yang masih dipercaya sebagian masyarakat sekitar sampai saat ini. Yuk kita ikuti kisah lengkapnya.
Cerita Rakyat dari Kalimantan Selatan : Legenda Lok si Naga
"Bu, ayo berangkat," kata seorang suami pada istrinya yang masih sibuk menyiapkan bekal.
"Iya Pak, sebentar." Suami-istri itu akan pergi menangkap ikan. Sang suami sudah menyiapkan sebuah tangguk yang besar. Biasanya, mereka bisa menangkap sedikitnya lima ekor ikan dalam tangguk itu.
"Nak, Ibu dan Ayah pergi dulu, ya. Hati-hati di rumah," pesan sang ibu pada anak semata wayang mereka.
Ya, mereka memang tak pernah mengajak anak mereka bekerja. Biasanya, si anak disuruh tinggal sambil membantu membersihkan rumah.
"Nah, sekarang kita tunggu ikannya," kata sang suami setelah memasukkan tangguk ke sungai. Sambil menunggu, keduanya menyantap bekal untuk mengganjal perut.
Sudah berjam-jam mereka menunggu, tapi tangguk itu masih kosong. Dengan sabar mereka memeriksa setiap jam, tapi hasilnya tetap nihil. Karena putus asa, mereka memutuskan untuk pulang. Ketika tangguk itu diangkat, sebutir telur raksasa tersangkut di dalamnya. Mereka heran dan sangat terkejut. Mereka belum pernah melihat telur sebesar itu.
Karena ketakutan, mereka melempar telur itu ke sungai. Aneh , telur itu kembali lagi ke tangguk mereka. Hal ini terjadi terus-menerus.
"Bu, kupikir telur ini harus kita bawa. Mungkin ini rezeki kita," kata sang suami. Sang istri mengangguk, lalu mereka pulang.
Sesampainya di rumah, sang istri segera merebus telur itu. Setelah m tang, ia memanggil suaminya untuk makan.
"Sisakan sedikit untuk anak kita," kata Si istri. Anaknya sedang tidur pulas, karena kelelahan menunggu mereka. Sang istri tak tega membangunkannya. Suami-istri itu makan dengan lahap. Telur itu sangat enak. Tak terasa, nasi di bakul nyaris habis.
Selesai makan, tiba-tiba keajaiban terjadi. pasangan itu berubah menjadi naga yang besar! Perlahan-lahan, kulit mereka ditumbuhi sisik, gigi mereka menjadi runcing, dan mereka memiliki ekor! Mereka heran dan bingung, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan.
"Hiiiiihhhhhh.... Tolongg...," teriak anak mereka ketakutan kala terbangun dari tidur. Kedua naga itu berusaha menenangkan anaknya. mereka menjilati pipinya dan menghiburnya. Setelah agak tenang, mereka menjelaskan siapa mereka dan kejadian yang menimpa mereka.
"Jangan makan sisa telur di piring itu, Nak. Jika kau memakannya, nanti kau akan berubah wujud seperti kami," pesan sang ibu
"Mungkin sudah takdir kami. Memang dulu kami pernah mendengar pesan bahwa siapa pun yang memakan telur naga putih, akan berubah menjadi naga," lanjut sang ayah.
Kedua naga itu pergi ke sungai. Mereka bertekad akan bertempur meawan naga putih yang telah mengubah wujud mereka.
“Amatilah sungai ini. Jika permukaannya semerah darah, berarti kami kaloh. Namun jika warnanya putih, berarti naga itulah yang kalah," pesan Sang ayah sebelum meninggalkan anaknya.
Setelah orangtuanya pergi, si anak duduk termenung. la sangat sedih. Ia rnengunjungi sungai setiap hari, memeriksa permukaan sungai untuk mengetahui hasil pertempuran.
Suatu hari, dalam keadaan gerimis ia duduk termagu di tepi sungai. Saat itu langit dihiasi oleh pelangi warna-warni. Tampak olehnya permukaan berwarna putih, seperti darah putih. Sungguh senang hatinya, air sungai berarti orangtuanya telah memenangkan pertempuran melawan naga putih. Ia berdoa semoga orangtuanya bisa berubah ke wujud semula dan kembali ke rumah.
la terus menunggu, tapi orangtuanya tak pernah kembali. Ia pulang ke rumah dengan putus asa, dan harus menjalani hidup sendiri. Sejak itu, sungai tersebut dinamai Lok si Naga atau Lok Lua yang berarti Sungai Naga.
Jika tertarik mengetahui cerita rakyat dari Kalimantan selatan lainnya, jangan lewatkan artikel sebelumnya yang berjudul
Kumpulan Legenda Cerita Rakyat Dari Kalimantan Selatan dan
Kumpulan Cerita Anak Kalimantan : Kisah Pangeran Biawak

Pesan dari Cerita Rakyat Kalimantan Selatan : Lok si Naga untukmu adalah Berhati-hatilah sebelum mengambil keputusan. Keputusan yang ceroboh dapat berakibat fatal baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain

Cerita Laba-Laba ,kupu-kupu dan si kancil

Kupu-kupu, laba-laba dan Kancil adalah tiga orang sahabat baik. Kakak akan menceritakan cerita rakyat si Kancil dan kedua sabahabatnya di hari libur ini. Kakak yakin kalian akan suka dengan dongeng kancil yang kakak ceritakan ini. Yuk kita ikuti kisahnya sampai selesai.
Cerita Rakyat Si Kancil dan Kedua Sahabatnya
Pada suatu hari, Kupu-kupu terbang kesana dan kemari untuk mencari makanan. Bunga-bunga pun bergoyang pada saat Kupu-kupu melewatinya. Ditengah perjalanan ia bertemu dengan Laba-laba dibalik pepohonan. Kupu-kupu pun menghampiri Laba-laba. Ternyata, disana pun ia melihat si Kancil.
‘’ Hai Kupu-kupu?’’ sapa Kancil dan Laba-laba.
‘’ Hai Laba-laba dan Kancil. Sedang apakah kalian berdua disini?’’ jawab Kupu-kupu dengan senang.
Cerita Rakyat Si Kancil, Kupu-kupu dan Laba-laba
‘’ Aku sedang membuat sebuah jaring dan Kancil sedang makan.’’ Ujar Laba-laba.
‘’ Sepertinya, hasil tangkapanmu malam ini pasti akan banyak.’’ seru Kupu-kupu.
Mendengar hal tersebut, Laba-laba hanya tersenyum.
‘’ Tidak Kupu-kupu, meskipun jaringku sangat besar. Namun, terkadang tidak satupun Serangga dan nyamuk yang hinggap di jaringku. Tapi, berbeda denganmu Kupu-kupu. Kau dapat menghisap madu sangat banyak.’’ Ujar Laba-laba.
‘’ Aku sangat setuju yang dikatan oleh Laba-laba. Bukan hanya Laba-laba yang sulit mendapatkan makanan. Tetapi, aku pun mengalami hal yang sama. Terkadang, aku juga jarang sekali mendapatkan daun dan buah-buahan yang segar.’’ Ujar Kancil.
Kupu-kupu pun tersenyum.
‘’ Tidak teman, jika musim gugur datang. Akupun sangat kesulian untuk mendapatkan makanan. Aku pun harus terbang jauh untuk mencari bunga yang sangat segar.’’ Jawab Kupu-kupu.
Tiba-tiba, Kupu-kupu ingat. Bawa sebentar lagi musim panas akan datang dan bunga pun akan berubah menjadi layu. Ia pun menceritakan kekhwatirannya kepada kedua sahabatnya tersebut.
‘’ Tidak perlu sedih Kupu-kupu. Kita arus mencari makanan setiap hari, meskipun sulit. Namun, kita harus tetap mencarinya.’’ Seru Kancil
‘’ Betul sekali yang dikatakan Kancil.’’ Sambung Laba-laba.
‘’ Benar sekali, baiklah teman. aku harus melanjutkan perjalananku untuk mencari bunga-bunga yang segar. Kalian berdua silahkan lanjutkan pekerjaan mencari makanan.’’ Ujar Kupu-kupu.
Kupu-kupu pun menghilang di antara pepohonan. Mereka bertiga pun berpisah dan melanjutkan aktivitas masing tanpa mengeluh. Mereka menjalani hidup dengan ceria dan bahagia.
Baca dan temukan pesan moral dari dongeng si kancil lainnya pada posting kakak berikut ini
cerita dongeng kancil dan cerita dongeng si kancil.

Pesan kasih sayang dari Cerita Rakyat Si Kancil, Kupu-kupu dan Laba-laba adalah kita sering iri dengan kondisi orang lain, namun sebenarnya orang lain pun memiliki kekurangan dan keterbatasan juga. Jadi yang paling bagus kita terus selalu bersyukur dengan apa yang telah kita miliki. Dengan bersyukur maka kita akan semakin bahagia dan tentunya Tuhan akan menambah rejeki bagi orang-ornag yang bersyukur

LEGENDA Batu Menangis

Legenda batu menangis adalah Cerita Rakyat Kalimantan Barat yang sangat terkenal di Nusantara. Cerita ini biasanya masuk dalam buku Kumpulan Kumpulan Cerita Rakyat dari Kalimantan terbaik. Kisah Rakyat Batu Menangis menceritakan seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya. Pesan dari cerita ini amat jelas, siapapun yang durhaka terhadap orang tua terutama Ibunya, maka dia akan mengalami malapetaka dimasa yang akan datang. Yuk sama-sama kita ikuti cerita yang diambil dari Kumpulan Cerita Cerita Rakyat Nusantara Terbaik ini.
Cerita Rakyat Kalimantan Barat : Legenda Batu Menangis
"Tralala... trilili..." senandung Darmi pelan sambil menyisir rambutnya.
Selesai menyisir, ia memoleskan bedak ke wajahnya. "Hmm... tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan kecantikanku," katanya sambil mematut diri di depan cermin. "Darmi... bantu Ibu, Nak," kata ibunya tiba- tiba.
"Aku sedang sibuk, Bu!" jawab Darmi ketus.
"Nak, Ibu harus berangkat ke ladang. Tolong gorenglah ikan ini," jawab Ibu.
"Hah... bagaimana jika nanti minyaknya kena tanganku? KuIitku yang mulus bisa terluka," Darmi menolak.
"Kau tak akan terpercik minyak jika berhati-hati," jawab Ibu sabar.
"Tidak! Pokoknya Ibu tak boleh berangkat sebelum menggoreng ikan ini!" teriak Darmi. Akhirnya ibunya terpaksa menuruti keinginan Darmi. Selalu begitu, Darmi tak pernah mau membantu ibunya.
Darmi adalah seorang anak yatim. Sejak ayahnya meninggal, ibunya harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semua pekerjaan dilakukannya tanpa malu. Tak heran, Ibu tampak lebih tua dari usianya. Kulitnya hitam dan keriput, rambutnya merah terbakar Matahari.
Berbeda dengan Darmi. Darmi memiliki rambut hitam yang lebat dan panjang. Jika ditimpa sinar Matahari, rambutnya berkilauan. Kulitnya putih mulus, dan pipinya bersemu merah. Namun Darmi adalah anak pemalas. Baginya yang paling penting adalah kecantikannya. Ia berharap, suatu saat akan ada pemuda kaya yang meminangnya Ia bosan hidup miskin.
"Ibuuu... bedakku habis!" teriak Darmi di suatu pagi. Ibu yang sedang menimba air di sumur segera menghampirinya. "Kenapa pagi-pagi sudah berteriak-teriak, Nak?"
"Bedakku habis. Sana Ibu belikan di pasar!" perintah Darmi.
"Bedak apa dan di mana membelinya." tanya Ibu. "Aduh... begitu saja tidak tahu? Di toko yang bersebelahan dengan penjual buah Bu," jawab Darmi.
"Penjual buah di pasar, kan banyak? Penjual buah yang mana?" tanya Ibu tak mengerti. "Aduuhhh!! Ya sudah, ayo aku tunjukkan. Diingat-ingat ya Bu letak tokonya, jadi jika aku suruh lain kali, Ibu sudah tahu."
Hari itu pasar ramai sekali. "Awas... Bu... minggir sedikit," bisik Darmi tiba-tiba.
"Apa? Ibu tak dengar Nak," jawab Ibu."Minggir! Jangan dekat- dekat aku. Ibu jalan di belakangku saja. Aku tak mau orang-orang melihatku berjalan bersama Ibu," ketus Darmi.
Ibu terkejut. Hatinya sakit mendengar perkataan Darmi. Namun ia kemudian melihat dirinya sendiri. "Astaga, memang bajuku jelek dan kusam. Aku juga belum mandi, pantas saja Darmi tak mau dekat denganku," batin Ibu. Akhirnya Ibu pun mengalah. Ia berjalan di belakang Darmi.
Tiba-tiba terdengar teriakan, "Hei Darmi... kau mau ke mana? Wah, lama sekali tak berjumpa denganmu." Darmi menoleh. Ternyata itu suara penjual kain langganannya. "Aku hendak membeli bedak. Sekalian mau membeli sabun." jawab Darmi riang. "Oh, tumben kau diantar oleh ibumu?" tanya si penjual kain lagi.
"Siapa yang kau maksud?' tanya Darmi pura-pura tak mengerti."Oh, wanita tua ini? Ia bukan ibuku, masa Ibuku seperti itu? Ia hanya pembantuku," jawab Darmi.
Ibu sungguh terkejut. "Rupanya ia malu kepadaku," kata Ibu dalam hati. Meskipun hatinya sakit, Ibu berusaha tersenyum dan berkata pada si penjual kain
"Iya, saya memang pembantunya." Darmi lalu melambaikan tangan pada penjual kain. Ia berbisik pada ibunya
"Bagus Bu, tetaplah mengaku sebagai pembantuku." Ibu hanya diam dan tak menjawab.
Ketika sedang memilih-milih bedak, tiba-tiba pemilik toko berkata. "Wah Bu, senang ya punya anak secantik Darmi,"
"Heh, sembarangan saja kau bicara. Ia itu pembantuku, bukan ibuku. Masa kau tak lihat perbedaan warna kulit kami?" tanya Darmi.
Sekali lagi, hati Ibu sakit mendengar jawaban Darmi itu. Tapi Ibu tetap tersengum dan berkata pada pemilik toko "Ya, saya memang pembantunya."
Selesai membeli bedak, Darmi dan ibunya pulang ke rumah. Di perjalanan, mereka merasa haus. Mereka lalu mampir ke warung untuk minum. "Wah Bu... putri ibu ini benar-benar cantik jelita. Andai saja aku punya anak laki-laki, pasti akan kunikahkan dengan anak ibu,"
Ibu hampir saja menjawab ketika Darmi mendahuluinya "Pak, aku bukan anak Ibu ini. Ibuku cantik dan putih sepertiku, tidak seperti dia. Dia itu hanya pembantuku,"
Dengan wajah kesal, Darmi lalu menarik tangan ibunya dan keluar dari warung itu. Pemilik warung hanya bisa melongo. Menurutnya, wajah Darmi dan ibunya sungguh mirip. Hanya saja kulit Darmi Iebih bersih.
"Bu, aku malu berjalan bersama Ibu. Aku tak mau lagi pergi bersama Ibu," kata Darmi kesal. Ibu mulai menangis. Ia sungguh tak menyangka Darmi bersikap seperti itu. "Ya Tuhan, ampuni anakku. Ia lupa bahwa aku adalah ibu yang mengandung dan membesarkannya. Sadarkan ia dari kesalahannya ini," doa Ibu dalam hati. "Darmi, sejelek apa pun, aku ini tetap ibumu yang mengandung dan membersarkanmu."
"Aku tak pernah minta untuk dilahirkan Ibu. Aku ingin Ibu yang cantik, putih, dan juga kaya. Aku juga tak pernah minta Ibu untuk membesarkan aku!" teriak Darmi. "Astaga Nak... jaga ucapanmu. Jangan sampai Tuhan marah mendengarmu," kata Ibu. "Biar saja Dia marah. Aku juga marah padaNga karena memberiku Ibu sejelek ini," ketus Darmi.
Duerrrrr... tiba-tiba petir menyambar tepat setelah Darmi mengelesaikan ucapannya. Darmi dan ibunya terkejut. Ketakutan, Darmi merapat ke ibunya "Apa itu tadi, Bu?" tanyanya. Ibu tak menjawab. Dalam hati ia bertanya "Apakah Tuhan marah mendengar perkataan Darmi tadi?" Tiba-tiba langit berubah menjadi hitam.
Petir terus menyambar-nyambar. Ibu menggandeng Darmi dan berkata, "Ayo Darmi, cepatlah. Kita harus segera sampai ke rumah. Sepertinya akan ada badai," kata Ibu.
Ibu merasa heran, mengapa Darmi tak juga berjalan cepat?
Ia pun menoleh ke belakang.
"Darmi! Apa yang terjadi pada dirimu?" teriak Ibu. Tampak olehnya Darmi sedang berdiri ketakutan sambil memandangi kedua kakinya. "Kakiku Bu... kakiku... kenapa tak bisa digerakkan? Rasanya seperti batu Bu... tolong aku..." kata Darmi sambil menangis.
Ibu bergegas menghampiri Darmi dan memeriksa kakinya. Ternyata benar, kaki Darmi telah berubah menjadi batu. Ibu pun menangis sejadi-jadinya "Darmi, rupanya Tuhan marah padamu. Kau telah menghina ibumu dan juga menyalahkan Tuhan. Minta ampun Nak... mintalah ampun..." ratap Ibu.
Namun semuanya sudah terlambat. Tak hanya kaki, perlahan-lahan, semua bagian tubuh Darmi pun menjadi batu.
Darmi menangis dan berkata "Maafkan aku Bu... aku menyesal telah menghina Ibu." Itu adalah kata-kata terakhir yang terucap dari mulut Darmi. Sekarang seluruh tubuhnya telah menjadi batu. Ibu hanya bisa menangis dan memeluk batu itu. Tampak olehnya, batu itu mengeluarkan air mata. Ya, itu adalah air mata penyesalan dari Darmi. Sekarang, batu itu dikenal dengan sebutan "Batu Menangis".
Baca artikel terbaik kami yang lain yaitu Kumpulan Cerita Anak Lainnya

Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Semoga Bermanfaat Cerita Rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih nya dan kami Ucapkan banyak terimakasih kepada anda yang telah mengunjungi Web Blog ini dan Kunjungi Kumpulan Cerita Rakyat yang lainnya..

Cerita Katak dan Monyet Yang Rakus


Dongeng Katak dan Si Monyet yang Rakus – Pada zaman dahulu, ada seekor katak dan monyet yang bersahabat. Tapi hubungan mereka sering hanya menguntungkan sebelah pihak. Katak yang baik hati sering di kelabuhi dan di manfaatkan oleh si monyet demi kepentingan pribadinya. Tapi si katak selalu dapat memaafkan si monyet karena menganggapnya sebagai sahabat.
Berbeda dengan sifat si katak, sifat si monyet sangat berlawanan. Monyet itu sangat licik, banyak akal, dan sangat rakus. Tak jarang dia di jauhi oleh teman-temanya karena sifatnya tersebut. Tapi memang sudah dasar dari wataknya, hal tersebut tidak membuat monyet itu sadar akan kesalahanya.
Sebagaimana julukan yang di sandangnya sebagai monyet yang rakus, monyet itu sangat senang sekali makan. Buah pisang adalah makanan favoritnya. Dia sering mencuri buah pisang di kebun pak tani. Tapi terahir kali dia mencuri buah pisang, dia hampir tewas karena di kejar-kejar oleh pak tani yang ingin menangkapnya karena ulah nakalnya.
Hingga pada suatu hari saat monyet itu tengah melamun sendiri, dia teringat pada katak sahabatnya. Dia berniat untuk mengajak sahabatnya tersebut untuk menanam buah pisang sendiri. Jika dia punya buah pisang sendiri, tentu dia tak harus repot membahayakan dirinya hanya untuk mencuri buah pisang milik pak tani yang sangat galak.
Akhirnya, dia pun menemui si katak yang tinggal di pinggir sebuah sungai. Ketika mendengar ide dari si monyet untuk mengajaknya menanam pohon pisang sendiri, si katak sangat senang dan menyambutnya dengan antusias.
“hai katak sahabat ku, jika kita memiliki pohon pisang sendiri.. tentu kita bisa tiap hari makan enak. Bayangkan lezatnya buah pisang yang sangat manis dan menggiurkan itu”. Kata si monyet merayu.
“wah, benar sekali ide mu itu. Aku juga ingin sekali dapat memakan buah pisang. Tapi karena aku tak bias memanjat, aku tak pernah bias memakannya”. Kata si katak.
“Kau tak usah hawatir sahabat ku, jika kau tak bias memanjat.. maka aku yang akan memanjat dan mengambilkanya untuk mu”. Kata si monyet lagi.
“Baik lah.. kalau begitu mari kita mencari pohon pisang. Kita tunggu saja di tepi sungai ini, karena biasanya ada pohon pisang yang hanyut terbawa arus”. Kata si katak.
Ahirnya mereka pun menunggu ada pohon pisang yang hanyut terbawa arus sungai. Beberapa saat kemudian, mereka melihat ada sebatang pohon pisang yang terlihat mengambang terbawa arus.
“Hai katak sahabat ku, itu ada pohon pisang yang hanyut. Cepatlah kau berenang ke sana dan seret pohon itu ke pinggir sungai. Aku tak bisa mengambilnya karena aku tak bisa berenang”. Kata si monyet.
Si katak pun mengikuti saran monyet temannya itu. Dia berenang ke tengah sungai dan menyeret pohon pisang itu ke pinggir sungai.
“sekarang kita tunggu lagi pohon pisang yang hanyut. Agar aku dan kamu sama-sama memiliki satu pohon untuk di tanam”. Kata monyet.
“Baiklah.. kita tunggu saja di sini”. Kata si katak.
Tapi setelah lama mereka menunggu, tak ada satu pun pohon pisang yang dapat mereka temukan lagi. Hingga sore menjelang, tak ada lagi pohon pisang yang hanyut terbawa arus sungai.
“Sepertinya tak ada lagi pohon pisang yang hanyut hari ini. Kalau begitu pohon ini biar aku bawa, dan kamu tunggu saja pohon pisang berikutnya esok hari”. Kata si monyet.
“ah, tidak bisa. Kan aku yang mengambil pohon pisang ini dari sungai. Jadi pohon pisang ini seharusnya menjadi milik ku”. Kata si katak sedikit protes.
Monyet pun mencari akal agar dia dapat menipu si katak demi ke untungan dirinya sendiri.
“Baiklah kalau begitu. Agar lebih adil, bagai mana kalu pohon pisang ini kita bagi dua”. Kata si monyet.
“Hmm.. ide yang bagus. Baiklah kalau begitu..’. jawab si katak.
“Aku dapat bagian atas, kamu dapat bagian bawah”. Kata si monyet. Dia berusaha menipu si katak dengan memberinya bagian pangkal pohon. Karena dia berfikir, pada pohon pisang yang berbuah adalah bagian atas. Jadi dia meminta bagian atas agar cepat berbuah.
“Kok begitu? Kamu curang monyet. Yang berbuah kan bagian atas, bagaimana aku dapat bagian pangkal pohon. Mana mungkin bias berbuah?”. Tanya si katak.
“Jangan hawatir sahabat ku. Walaupun bagian pangkal, jika kau rawat dengan baik pasti juga dapat berbuah. Kan kita ini sahabat, mana mungkin aku menipu mu”. Kata si monyet menjalankan siasatnya. Dan ahirnya si katak dengan berat hati menerimanya. Karena dia yakin, bahwa sahabatnya itu tak mungkin menipu dirinya.
Akhirnya, mereka berdua membawa bagian pohon pisang ke rumah masing-masing untuk mereka tanam. Dalam beberapa hari, pohon pisang yang di tanam oleh si monyet sudah layu dan mati. Tentu saja karena pohon pisang bagian atas tak memiliki akar dan tak bisa hidup. Berbeda dengan pohon pisang milik si katak, kini telah mulai bertunas dan keluar daunnya.
Satu minggu kemudian, si monyet berkunjung ke tempat si katak. Dia berniat melihat tanaman pisang milik si katak, apakah mati seperti tanaman miliknya. Tapi si monyet sangat kaget ketika melihat tanaman si katak tumbuh dengan subur. Kini dia sadar bahwa dulu dia telah memilih bagian pohon yang salah, tapi sesal pun kini tiada guna. Dia pun mulai mencari siasat untuk dapat menikmati buah pisang milik si katak.
Setiap dua minggu sekali, si monyet berkunjung ke rumah si katak. Dia berdalih bertamu dan melihat hasil kerja si katak. Apakah sesubur pohon pisangnya. Padahal dia hanya berusaha melihat apakah buah pisang si katak sudah berbuah. Sehingga dia dapat memetiknya. Hal tersebut dia lakukan secara berulang dan terus menerus.
Hingga pada suatu hari, akhirnya pohon pisang milik si katak sudah masak dan siap di panen.
“Hai kawan, bagai mana kabar pohon pisang mu kali ini? Apakah sudah masak?”. Tanya si monyet.
“Wah.. tepat sekali kau datang. Pohon pisang ku sudah masak dan sudah waktunya untuk di panen hari ini. Bagaimana dengan pohon pisang mu?’. Tanya si katak.
“Sama, pohon pisang ku juga sudah masak dan sudah siap untuk di panen. Rencananya besok mau aku petik”. Kata si monyet berbohong.
“Baguslah kalau begitu. Jika aku boleh minta tolong, maukah hari ini kau memanjatkan pohon pisang ku? Karena aku tak bias memanjat”. Pinta si katak.
Mendengar permintaan dari si katak, si monyet sangat senang. Karena hari ini adalah hari yang dia tunggu-tunggu selama ini. Dia dapat makan buah pisang hingga puas.
“Tentu saja katak sahabat ku. Aku ke sini memang untuk menolong mu. Kalau begitu, mari kita menuju pohon pisang milik mu”. Jawab si monyet yang licik itu.
Mereka berdua kemudian menuju pohon pisang milik si katak. Dan dengan cepat si monyet yang rakus itu memanjat pohon pisang itu. Dan di atas pohon, monyet itu mulai memetik satu persatu buah pisang. Bukan untuk di berikan pada si katak yang dari tadi menunggu di bawahnya, melainkan dia makan sendiri di atas pohon.
“Wah.. kau memang pandai menanam pisang kawan. Pisang mu ini terasa sangat manis dan lezat”. Teriak si monyet dari atas pohon.
“Hai monyet, kenapa kau memakan pisang ku? Jatuhkan beberapa pisang untuk ku. Jangan kau makan sendiri di atas pohon..!!”. teriak si katak dari bawah.
“Hai katak kawan ku. Kau ini sangat bodoh. Kau ini katak, kau tidak makan buah. Tapi kau makan serangga. Lebih baik kau pergi saja mencari nyamuk untuk kau santap. Biar buah pisang yang lezat ini aku saja yang memakanya. Karena buah selezat ini sayang sekali bila harus di bagi dengan mu. Hahahaha..”. jawab si monyet. (visit dongengterbaru.blogspot.com)
Mendengar jawaban monyet yang seperti itu, si katak merasa sangat marah. Dia sangat kecewa pada si monyet yang selama ini dia aggap sebagai sahabat, ternyata monyet itu sangat egois. Akhirnya si katak pun masuk ke dalam rumah dan mengambil alat untuk menebang pohon pisang itu.
“Baiklah monyet rakus, habiskan saja semuanya. Aku tak butuh lagi pisang ini, maka pohon pisang ini akan segera ku tebang dan ku buang ke sungai”. Kata si katak kemudian mulai menebang pohon pisang itu.
Mendengar perkataan si katak, si monyet pun mempercepat makanya. Di berfikir sangat sayang jika buah pisang yang lezat itu di buang begitu sja di sungai. Dengan sekuat tenaga si monyet mempercepat makanya. Tapi karena kekenyangan, si monyet tak sanggup lagi memakan semua buah pisang itu. Tapi karena sifatnya yang rakus, dia tetap memaksakan diri untuk terus memakanya.
Tapi sayang, sebelum dia selesai memakan semua buah pisang itu, pohon pisang sudah mulai oleng dan mulai roboh. Si monyet berusaha melompat untuk menghindar agar tak ikut jatuh dengan pohon pisang tersebut. Tapi sayang.. karena kekenyangan dan kebanyakan makan, tubuhnya menjadi berat dan sulit untuk bergerak. Ahirnya, monyet itupun terjatuh ke tanah bersama pohon pisang itu. Monyet itu pingsan karena tertimpa pohon pisang. Dan si katak meninggalkanya begitu saja tanpa mau menolong monyet yang serakah dan rakus tersebut .
TAMAT
Hikmah yang dapat kita petik dari cerita fabel dongeng anak katak dan monyet yang rakus di atas adalah.. sifat rakus dan serakah bukanlah hal yang baik. Karena sifat tersebut akan merugikan diri sendiri di kemudian hari. Karena sifat tersebut dapat membuat diri kita suka menipu orang lain dan bersikap egois, sehingga banyak teman-teman yang akan menjauhi kita sehingga kita tak lagi memiliki teman di kala kita membutuhkan mereka.

Malin Kundang

Cerita Rakyat Sumatera Barat : Cerita Dongeng Malin Kundang
Pada zaman dahulu di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di daerah Padang, Sumatera Barat hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang. Mande Rubayah amat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin adalah seorang anak yang rajin dan penurut.
Mande Rubayah sudah tua, ia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue untuk mencupi kebutuhan ia dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh-sakit. Sakit yang amat keras, nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia dapat diseiamatkan-berkat usaha keras ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya ia semakin disayang. Mereka adalah ibu dan anak yang saling menyayangi. Kini, Malin sudah dewasa ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke kota, karena saat itu sedang ada kapal besar merapat di Pantai Air Manis.
"Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu denganmu di tanah rantau sana. Menetaplah saja di sini, temani ibu," ucap ibunya sedih setelah mendengar keinginan Malin yang ingin merantau.
"Ibu tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa denganku," kata Malin sambil menggenggam tangan ibunya. "Ini kesempatan Bu, kerena belum tentu setahun sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Aku ingin mengubah nasib kita Bu, izinkanlah" pinta Malin memohon.
"Baiklah, ibu izinkan. Cepatlah kembali, ibu akan selalu menunggumu Nak," kata ibunya sambil menangis. Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengizinkan anaknya pergi. Kemudian Malin dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus, "Untuk bekalmu di perjalanan," katanya sambil menyerahkannya pada Malin. Setelah itu berangkatiah Malin Kundang ke tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.
Hari-hari terus berlalu, hari yang terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore Mande Rubayah memandang ke laut, "Sudah sampai manakah kamu berlayar Nak?" tanyanya dalam hati sambil terus memandang laut. la selalu mendo'akan anaknya agar selalu selamat dan cepat kembali.
Beberapa waktu kemudian jika ada kapal yang datang merapat ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. "Apakah kalian melihat anakku, Malin? Apakah dia baik-baik saja? Kapan ia pulang?" tanyanya. Namun setiap ia bertanya pada awak kapal atau nahkoda tidak pernah mendapatkan jawaban. Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.
Bertahun-tahun Mande Rubayah terus bertanya namun tak pernah ada jawaban hingga tubuhnya semakin tua, kini ia jalannya mulai terbungkuk-bungkuk. Pada suatu hari Mande Rubayah mendapat kabar dari nakhoda dulu membawa Malin, nahkoda itu memberi kabar bahagia pada Mande Rubayah.
"Mande, tahukah kau, anakmu kini telah menikah dengan gadis cantik, putri seorang bangsawan yang sangat kaya raya," ucapnya saat itu.
Mande Rubayah amat gembira mendengar hal itu, ia selalu berdoa agar anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya, sinar keceriaan mulai mengampirinya kembali. Namun hingga berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak kunjung kembali untuk menengoknya.
"Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang...," rintihnya pilu setiap malam. Ia yakin anaknya pasti datang. Benar saja tak berapa lama kemudian di suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang megah nan indah berlayar menuju pantai. Orang kampung berkumpul, mereka mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.
Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkiiauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum karena bahagia disambut dengan meriah. Mande Rubayah juga ikut berdesakan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras saat melihat lelaki muda yang berada di kapal itu, ia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anaknya, Malin Kundang. Belum sempat para sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la langsung memeluknya erat, ia takut kehilangan anaknya lagi.
"Malin, anakku. Kau benar anakku kan?" katanya menahan isak tangis karena gembira, "Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?"
Malin terkejut karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang—camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Sebelum dia sempat berpikir berbicara, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, "Wanita jelek inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong padaku!" ucapnya sinis, "Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang sederajat denganku?!"
Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin Kundang langsung mendorong ibunya hingga terguling ke pasir, "Wanita gila! Aku bukan anakmu!" ucapnya kasar.
Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata, "Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini Nak?!" Malin Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan mengakui ibunya. la malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, "Hai, wanita gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan kotor!" Wanita tua itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati.
Orang-orang yang meilhatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak menyangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat demikian. Hatinya perih dan sakit, lalu tangannya ditengadahkannya ke langit. Ia kemudian berdoa dengan hatinya yang pilu, "Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafhan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku yang bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!" ucapnya pilu sambil menangis. Tak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Laiu sambaran petir yang menggelegar. Saat itu juga kapal hancur berkeping- keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke pantai.
Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang! Tampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu karena telah durhaka. Disela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.
Sampai sekarang jika ada ombak besar menghantam batu-batu yang mirip kapal dan manusia itu, terdengar bunyi seperti lolongan jeritan manusia, terkadang bunyinya seperti orang meratap menyesali diri, "Ampun, Bu...! Ampuun!" konon itulah suara si Malin Kundang, anak yang durhaka pada ibunya.
Tags:
Cerita Dongeng Malin Kundang
cerpen cerita rakyat malin kundang
dongeng malin kundang
Tweet
Pesan moral dari Cerita Dongeng Malin Kundang (Cerita Rakyat SumBar) adalah Hormatilah ibumu dan jangan perna mendurhakainya.